SELAMAT DATANG DI WEBSITE CANTIK SEHAT DENGAN HERBAL

Tuesday, September 15, 2015

TERAPI HERBAL ANTIINFLAMASI

TERAPI HERBAL ANTIINFLAMASI

Pendahuluan
Inflamasi adalah respon biologis kompleks dari jaringan vaskuler atas adanya bahaya, seperti pathogen, kerusakkan sel, atau iritasi. Ini adalah usaha perlindungan diri organisme untuk menghilangkan rangsangan penyebab luka dan inisiasi proses penyembuhan jaringan. Jika inflamasi tidak ada maka luka dan infeksi tidak akan sembuh dan akan menggalami kerusakkan yang lebih parah. Inflamsi yang tidak terkontrol juga dapat menyebabkan penyakit, seperti demam, atherosclerosis, dan reumathoid arthritis. (Gard, 2001) Inflamasi dapat dibedakan atas inflamasi akut dan kronis. Inflamasi akut adalah respon awal tubuh oleh benda berbahaya dan meningkat dengan meningkatnya pergerakkan plasma dan leukosit dari darah ke jaringan luka. Reaksi biokimia berantai yang mempropagasi dan pematangan respon imun, termasuk system vaskuler, system imun, dan berbagai sel yang ada pada jaringan luka. Inflamasi kronis adalah atau inlamasi yang berpanjangan memicu peningkatan pergantian tipe sel yang ada pada tempat inflamasi dan dicirikan dengan kerusakkan dan penutupan jaringan dari proses inflamasi. (Gard, 2001)


  
Manifestasi klinis inflamasi
Fenomena inflamasi meliputi kerusakan mikrovaskular, meningkatnya permeabilitas kapiler dan migrasi leukosit ke jaringan radang. Gejala umum proses inflamasi yang sudah dikenal yaitu, kolor, rubor,tumor, dolor, dan function laesa. Selama proses inflamasi terjadi banyak mediator kimia yang dilepaskan secara local antara lain histamine, 5-hidroksitriptamin (5-HT), factor kemotatik, bradikinin, leukotrien, dan PG.
Dengan migrasi sel fagosit kedaerah inflamasi terjadi lisis membrane lisozim dan lepasnya enzim pemecah. PG hanya berperan pada nyeri yang terkait dengan kerusakan jaringan atau inflamasi. PG menimbulkan keadaan hiperalgesia, kemudian mediator kimia seperti bradikinin dan histamine merangsangnya dan menimbulkan nyeri yang nyata. (Gard, 2001)
Gambar ini memperlihatkan ada tiga proses yang timbul akibat respon tubuh. Pertama adalah reaksi bawaan. Kerusakkan seluler mennyebabkan pelepasan berbagai mediator yang dihasilkan dari dalam plasma atau dalam sel. Beberapa diantaranya adalah histamine, prostaglandin, leukotrien. Dalam respon medioator adalah vasodilatasi local, yang meningkatkan aliran darah dan permebialitas vaskuler, hal itulah yang menyebabkan terjadinya kemerahan, panas dan bengkak yang terlihat saat inflamasi. Eksudat dari kapiler tidak hanya mengandung mediator, tapi juga mengandung fragment dari protein asing atau organisme penginfeksi yang akan dibawa ke jaringan limpa untuk menstimulasi pembentukkan antibody. Benda darah seperti neutrofil dan monosit juga bergerak keluar dari pembuluh darah, ditarik oleh chemotaxin yang juga diproduksi akibat infeksi organism. Beberapa mediator inflamasi juga berperan pada ujung syaraf local untuk menstimulasi rasa nyeri.
Mekanisme pertahanan tubuh lainnya adalah acquired, proses imun spesifik, dinamakan demikian karena memproduksi sel baru dan spesifik untuk infeksi organism atau protein asing; meliputi pengenalan protein asing (antigen) oleh limfosit. Dalam kasus system imun seluler, limfosit T adalah sel T sitotoksik, sehingga dapat menyerang sel penginfeksi, atau sel T helper yang mensekresikan sitokin ( yang juga berpotensi pembentukkan antibody oleh limfosit B atau mengaktivkan makrofag. Limfosit B memproduksi antibody yang berinteraksi dengan antigen untuk mengaktifkan system komplemen, yang hasilnya pencernaan atai inaktivasi benda asing. Tipe antibody spesifik, IgE, menyebabkan pelepasan mediator inflamasi dari sel mast.


Antiinflamasi
 Mekanisme homeostatik antiinflamasi merupakan kebalikan dari proses ini karena zat penginfeksi dibersihkan oleh sistem imun bawaan dan adaptive.

Antiinflamasi dibedakan atas dua yakni:
1. Antiinflamasi steroid
2. Antiinflamasi nonsteroid

A.    Antiinflamasi steroid Mekanisme kerja antiinflamasi steroid (Thruk, 2005).
1.      Glukokortikoid membentuk komplek dengan reseptor glukokortikoid, kemudian dibawa ke nukleus dan berikantan dengan glukokortikoid respone element di DNA. Dengan melibatkan proteinkoaktivator dan korepresor yang akan memodifikasi struktur kromatin, kemudian memfasilitasi atau menhambat perakitan dari mesin transkripsi basal dan inisiasi transkripsi oleh RNA pol II.

2.      Regulasi_glukokortikoid-GRE yang dipengaruhi oleh interaksi glukokortikoid-GRE dengan faktor transkripsi lain, seperti NFkB.

3.      glukokortikoid mensignal berasosiaasi reseptor membran dan second messenger. Ikatan reseptor dengan kortisol memiliki afinitas yang tinggi sehingga menyebabkan pelepasan molekul HSP dari reseptor.

 Didalam sitoplasma, kompleks tersebut akan menghambat produksi prostaglandin melalui 3 mekanisme :
1. induksi da aktivasi annexin
2. induksi MSPK phospatase 
3. penekanan transkripsi siklooksigenase


B.     Antiinflamasi nonsteroid
Biasanya obat ini memiliki tiga efek utama yakni antiinflamasi, analgetik, dan antipiretik. Mekanisme antiinflamasi non steroid adalah menghambat enzim siklooksigenase COX dan juga menghambat sintesis prostaglandin. AINS banyak digunakan pada pasien pediatric. Obat ini merupakan bahan aktif yang secara farmakologi tidak homogen dan terutama bekerja menghambat produksi prostaglandin serta digunakan untuk perawatan nyeri akut dan kronik. Obat ini mempunyai sifat mampu mengurangi nyeri, demam dengan inflamasi, dan yang disertai dengan gangguan inflamasi nyeri lainnya.1 Dalam prakteknya dokter selalu menanggulangi keluhan rasa sakit atau nyeri pada pasien dengan pemberian obatobatan analgetika sederhana, dan pada kenyataannya belum mampu mengontrol rasa sakit akibat inflamasi.
AINS merupakan sediaan yang paling luas peresepannya terutama pada kasus-kasus nyeri inflamasi karena efeknya yang kuat dalam mengatasi nyeri inflamasi tingkat ringan sampai sedang. Dalam peresepan AINS hal yang terpenting adalah pertimbangan efek terapi dan efek samping yang berhubungan dengan mekanisme kerja sediaan obat ini, terutama pemberian pada anak. Dimana efek samping AINS dapat terjadi pada berbagai organ tubuh terpenting seperti saluran cerna, jantung dan ginjal, sedangkan organ-organ vital pada anak masih mengalami perkembangan menuju kesempurnaan.
Tentunya hal ini patutlah menjadi perhatian, khususnya menyangkut pengetahuan farmakokinetik dan farmakologik obat atau patofisiologi proses penyakit yang akan diterapi. Seiring dengan perkembangan sediaan AINS, para ahli mengupayakan penyediaan obat ini dengan efek samping yang seminimal mungkin, diantaranya merubah formulasi dan penemuan sediaan AINS baru. Akan tetapi ternyata sediaan terkinipun tidak mampu memberikan solusi yang terbaik sebab disatu sisi memberikan efek samping minimal terhadap suatu organ tubuh tertentu, tetapi memberi efek samping yang lebih besar terhadap organ tubuh lainnya. Untuk itu hal yang terbaik dilakukan adalah menghindari peresepan yang tidak diperlukan, sebab resikonya akan lebih besar jika kontraindikasi AINS tidak diindahkan atau tidak menjadi perhatian yang utama, khususnya pemberian pada anak.
Mekanisme dan sifat dasar ains, Obat analgesik anti inflamasi non steroid merupakan suatu kelompok sediaan dengan struktur kimia yang sangat heterogen, dimana efek samping dan efek terapinya berhubungan dengan kesamaan mekanisme kerja sediaan ini pada enzim cyclooxygenase (COX). Kemajuan penelitian dalam dasawarsa terakhir memberikan penjelasan mengapa kelompok yang heterogen tersebut memiliki kesamaan efek terapi dan efek samping, ternyata hal ini terjadi berdasarkan atas penghambatan biosintesis prostaglandin (PG). Mekanisme kerja yang berhubungan dengan biosintesis PG ini mulai dilaporkan pada tahun 1971 oleh Vane dan kawan-kawan yang memperlihatkan secara invitro bahwa dosis rendah aspirin dan indometason menghambat produksi enzimatik PG. Dimana juga telah dibuktikan bahwa jika sel mengalami kerusakan maka PG akan dilepas.Namun demikian obat AINS secara umum tidak menghambat biosintesis leukotrin,yang diketahui turut berperan dalam inflamasi. AINS menghambat enzim cyclooxygenase (COX) sehingga konversi asam arakidonat menjadi PGG2 terganggu. Setiap obat menghambat cyclooxysigenase dengan cara yang berbeda.
AINS dikelompokkan berdasarkan struktur kimia,tingkat keasaman dan ketersediaan awalnya. Dan sekarang yang popoler dikelompokkan berdasarkan selektifitas hambatannya pada penemuan dua bentuk enzim constitutive cyclooxygenase-1 (COX-1) dan inducible cycloocygenase-2 (COX-2).COX-1 selalu ada diberbagai jaringan tubuh dan berfungsi dalam mempertahankan fisiologi tubuh seperti produksi mukus di lambung tetapi sebaliknya ,COX-2 merupakan enzim indusibel yang umumnya tidak terpantau di kebanyakan jaringan, tapi akan meningkat pada keadaan inflamasi atau patologik. AINS yang bekerja sebagai penyekat COX akan berikatan pada bagian aktif enzim,pada COX-1 dan atau COX - 2, sehingga enzim ini menjadi tidak berfungsi dan tidak mampu merubah asam arakidonat menjadi mediator inflamasi prostaglandin.3,4 AINS yang termasuk dalam tidak selektif menghambat sekaligus COX-1 dan COX-2 adalah ibuprofen,indometasin dan naproxen.
Asetosal dan ketorokal termasuk sangat selektif menghambat menghambat COX-1. Piroxicam lebih selektif menyekat COX-1, sedangkan yang termasuk selektif menyekat COX-2 antara lain Celecoxib dan rofecoxib sangat selektif menghambat COX-2.5 Penggunaan ains pada berbagai penyebab AINS efektif mengurangi nyeri dengan intensitas ringan sampai sedang seperti pada nyeri dental.untuk nyeri yang lebih berat diperlukan analgesik yang tidak menimbulkan ketergantungan,misalnya tramadol. AINS memiliki efek analgesik pada nyeri yang berasal dari integument bukan yang berasal dari viscera, seperti sakit kepala,myalgia dan abralgia.6 Setiap sediaan AINS memberikan efek anti-inflamasi yang sepadan. Colberg dkk pada tahun 1996 mengemukakan bahwa antara diklofenak dengan meloksikam tidak ada perbedaannya dalam hal khasiat analgetik antiinflamasi, baik diberikan peroral ataupun dengan injeksi. Studi banding yang dilakukan memperlihatkan nyeri, panas dan inflamasi pada pemberian nimesulide 200 mg/hari peroral atau 400 mg/hari per rektal sama atau lebih baik dibanding seaperase ( 15 mg), flurbiprofen (300 mg), deklofenak (150 mg), naproxen (1000 mg), fiprazon, piroksikam, asam mefenamat pada penderita dengan inflamasi telinga, hidung, tenggorokan nyeri kanker,gangguan ginekologi, kelainan urogenital, cidera musculoskeletal akut, tromboflebitis, nyeri punggung belakang, tendonitis dan penyakit odonstomatologi serta pasca tindakan bedah. 7,8 Pemilihan ains pada anak AINS banyak digunakan untuk pasien pediatrik.
Satu-satunya obat dari kelompok indol yang diizinkan oleh FDA adalah tolmetin atau naproksen sebagai analgesik pediatrik. Indometason adalah salah satu penghambat prostaglandin yang paling kuat, tetapi penggunaan pada pasien anak hanya terbatas pada terapi duktus arteriosus. Akan tetapi indometason bermanfaat dalam mengurangi kebutuhan akan analgesia narkotik pasca bedah pada anak-anak,sayangnya indometason mempunyai sifat toksik pada ginjal. Pemilihan obat AINS pada anak yang sudah diuji penggunaanya pada anak, yaitu aspirin,naproksen atau tolmetin, kecuali untuk pemberian aspirin pada anak kemungkinan dapat terjadi Reye’s Syndrome. Akan tetapi untuk menurunkan panas atau demam pada anak aspirin dapat diganti dengan asetaminofen.
Yang menjadi perhatian adalah nimesulid tidak dianjurkan untuk anak dibawah 12 tahun. Sebagai antipiretik-analgesik untuk anak , parasetamol juga dianggap suatu pilihan yang tepat, akan tetapi tetap harus mempertimbang kan kemungkinan efek samping terhadap kondisi tubuh anak. Belakangan ini ibufrofen turut menjadi pilihan dan terbukti aman untuk anak-anak.1,2,9 Pertimbangan pemilihan obat AINS pada anak ini tentunya didasarkan pada hasil penelitian para ahli yang telah diuji keamanannya. Hal yang harus menjadi perhatian penting adalah pemberian obat secara rasional dan pemahaman dasar gambaran farmakokinetik dan farmakodinamik obat. Farmakokinetik merupakan aspek farmakologi yang mencakup nasib obat dalam tubuh, meliputi absorbsi obat, distribusi, metabolisme, dan ekskresi. Dimana keasaman lambung yang lebih rendah pada anak dibanding orang dewasa dapat mempengaruhi absorbsi obat – obat tertentu, demikian pula dengan waktu pengosongan lambung yang lebih lambat pada anak juga dapat mempengaruhi kecepatan absorbsi obat.
Pada proses metabolisme obat, cenderung lebih lambat pada neonatus dan meningkat secara progresif selama beberapa bulan kehidupan, dan akan melewati kecepatan orang dewasa pada beberapa tahun kehidupan. Hal ini berpengaruh pada waktu paruh obat yang dapat lebih singkat akibat meningkatnya laju metabolisme. Untuk farmakodinamik menyangkut mekanisme kerja agen-agen farmakologik, dimana pada individu yang belum matang dapat berubah antara lain karena pengurangan atau peningkatan jumlah reseptor tempat bekerjanya obat ( hormone, neurotransmitter) dan ketidakmatangan metabolik struktur dan fungsional dari reseptor.13,14,16 Efek samping ains Obat-obat AINS yang termasuk dalam penghambat selektif COX-1 seperti ketoprofen, piroxicam, tenoxicam, indometasin,dan aspirin, memberikan efek analgesik yang cukup baik dan nyata akan tetapi sayangnya memberi resiko toksisitas saluran cerna yang besar, dapat mengakibatkan gangguan fungsi ginjal dan perdarahan pasca bedah. Oleh karena itu penggunaan obat ini dihindari pada pasien dengan riwayat gastritis atau ulkus peptikum dan hemofili, juga kita harus hati-hati pada pasien penerima kortikosteroid atau obat-obatan antikoagulan. Nefritis interstisial, gagal ginjal, dan sindrom nefrotik telah dilaporkan terjadi pada anak-anak setelah pemberian AINS dalam jangka panjang . Ibufrofen, naproksen dan indometason diduga dapat memicu reaksi hipersensitivitas, terutama ruam kulit dan bronkospasme.2,3,4 Hal yang cukup membantu dalam pemberian AINS adalah adanya sediaan penghambat selektif COX-2 yang dikembangkan dan digunakan untuk mengurangi toksisitas pada saluran cerna.
Celecoxib dan refecoxib yang secara spesifik menghambat COX- 2 menunjukkan efek samping yang minimal pada saluran cerna dibandingkan diklofenak, naproxen dan ibufrofen. Akan tetapi efek ini bermakna hanya pada penggunaan jangka pendek selama kurang dari enam bulan. Pada penggunaan jangka panjang panjang diklofenak masih lebih aman dibanding celecoxib. Namun sayangnya dari segi kajian farmakologi molekuler diketahui bahwa COX-2 sangat dibutuhkan dalam menjaga kesehatan jantung. Pada penelitian Shinmura dkk disimpulkan bahwa COX -2 adalah cardioprotective protein, sehingga jika aktifitas COX-2 dihambat akan berakibat semakin meningkatnya kejadian kardiovaskuler.
Selain itu hambatan terhadap aktivitas COX akan menurunkan produksi vasodilator prostaglandin sehingga tidak ada mediator yang mampu mengatasi efek vasokonstriktor katekolamin, dimana akibatnya akan meningkatkan tekanan darah penderita.3,4,10
MONOGRAFI SIMPLISIA
Bandotan (Ageratum conyzoides)

   1.     Deskripsi Tanaman

Ø 
Taksonomi
v  Kingdom         : Plantae
v  Sub kingdom   : Tracheobionta
v Divisi               : Magnoliophyta
v Sub divisi        : Angiospermae
v Super divisi     : Spermatophyta
v Kelas               : Magnoliopsida
v Sub kelas         : Asteridae
v Ordo                : Asterales
v Famili              : Asteraceae
v Genus              : Ageratum L.
v Spesies             : Ageratum conyzoides L.(1)

Ø  Nama Latin
Ageratum conyzoides Linne.

Ø  Sinonim
Cacalia mentrasto Vell., Ageratum album Stend., A. caeruleum Hort. ex. Poir., A. coeruleum Desf., A. ciliare Lour. (non Linn), A. cordifolium Roxb., A. hirsutum Lam., A. humile Salisb., A. latifolium Car., A. maritimum H.B.K., A. mexicanum Sims., A. obtusifolium Lam., A. odoratum Vilm., Eupatorium conyzoides, Carelia conyzoides.

Ø  Nama Simplisia
Agerati Herba (herba bandotan) dan Agerati Radix (akar bandotan).
  
Ø  Nama Daerah
v  Sumatera : bandotan, daun tombak, siangit, tombak jantan, siangik kahwa, rumput tahi ayam.
v  Jawa& Madura : bandotan, babadotan, babandotan, b. leutik, b. beureum, b. hejo, jukut bau, ki bau, berokan (Sunda), wedusan, dus wedusan, dus bedusan, tempuyak (Madura).
v  Sulawesi : dawet, lawet, rukut manooe, rukut weru, sopi.

Ø  Nama Asing
v  Catinga de bode, catinga de barrao, erva de sao joao, maria preta, mentrasto, erva de sao jose, picao roxo, erva de santia-lucia, camara-opela, agerato, camara apeba, camara iapo, camara jape, erva de santa maria, macela de sao joao, macela francesa, matruco (Brazil)
v  Pokasunga, Odemadanga (India), hierba dulce (Meksiko),botobotekoro (Fiji), unchunti (Indo-Fijian), Sheng hong ji (C), bulak manok (Tag.), ajganda, sahadevi (IP), billy goat weed, white weed, bastard agrimony (I), celestine, eupatoire bleue.(2)

   2.     Deskripsi Simplisia
ü  Bandotan tergolong ke dalam tumbuhan terna semusim, berbau khas seperti bau kambing, tumbuh tegak atau bagian bawahnya berbaring, tingginya sekitar 30-90 cm, dan bercabang.
ü  Batang bulat berambut panjang, jika menyentuh tanah akan mengeluarkan akar.
ü  Daunbertangkai, letaknya saling berhadapan dan bersilang (compositae), helaian daunbulat telur dengan pangkal membulat dan ujung runcing, tepi bergerigi, panjang 1-10 cm, lebar 0,5-6 cm, kedua permukaan daun berambut panjang dengan kelenjaryang terletak di permukaan bawah daun, warnanya hijau.
ü  Bunga majemukberkumpul 3 atau lebih, berbentuk malai rata yang keluar dari ujung tangkai, warnanya putih. Panjang bonggol bunga 6-8 mmberisi 60–70 individu bunga. Di ujung tangkai yang berambut, dengan 2–3 lingkaran daun pembalut yang lonjong seperti sudip yang meruncing. Mahkota dengan tabung sempit, putih atau ungu.
ü  Buahnya berbentuk kecil seperti buah kurung (achenium) bersegi-5, panjang 2 mm, berambut sisik 5 dan berwarna hitam.
Ø  Habitat
Bandotan dapat diperbanyak dengan biji. Bandotan berasal dari Amerika tropis. Di Indonesia, bandotan merupakan tumbuhan liar dan lebih dikenal sebagaitumbuhan pengganggu (gulma) di kebun dan di ladang. Tumbuhan ini, dapatditemukan juga di pekarangan rumah, tepi jalan, tanggul, dan sekitar saluran airpada ketinggian 2.100 m di atas permukaan laut (dpl). Jika daunnya telah layu danmembusuk, tumbuhan ini akan mengeluarkan bau tidak enak. (2-4)

   3.     Kandungan Kimia
Ø  Daun dan bunga Ageratum conyzoides mengandung saponin, flavonoid, terpen dan polifenol, di samping itu daunnya juga mengandung minyak atsiri. Kaempferol, glukosida dan rhamnosida, kuersitrin, skutellarein, eupalestin, khromenes, stigmast-7-en-3-ol, betasitosterol, stigmasterol, asam fumarat, asam kaffeat, alkaloida pirolizidin, oksigen heterosiklis, derivat ageratokromen, kumarin, alkana.
Ø  Daun bandotan mengandung agekoniflavon, ageratokrromen; 3’, 4’-dihidro-6,6’,7,7’-tetrametoksi-2,2,2’,2’-tetrametil-3,4’-bi-2H-1-benzopiran; 3’, 4’, 5, 5’, 6, 8-heksamethoksiflavon; 8-hidroksi-3’, 4’, 5, 5’,6,7-heksamethoksiflavon, 6-metoksi-2,2-dimetil-2H-1-benzopiran; 7-metoksi-2,2-dimetil-2H-1-benzopiran.(2)


  
   4.     Efek Farmakologi (Invitro / Invivo)
Ø  Pemberian ekstrak etanol daun bandotan (Ageratum conyzoides) dengan dosis berulang 1 g/kg BB secara oral pada tikus putih jantan memberikan efek antiradang yang berarti. (5)
Ø  Pemberian secara oral ekstrak daun bandotan (Ageratum conyzoides)  (dalam etanol 95%, dikentalkan) dengan dosis berulang 0,5 g/kg BB yang disuspensikan dengan gom arab 5% memberikan inhibisi radang sebesar 52,32% dengan efek yang bertahan sampai 360 menit pada pengujian terhadap tikus putih jantan. (6)
Ø  Pemberian secara oral ekstrak daun bandotan (Ageratum conyzoides)  (dalam etanol 95%, dikentalkan) dengan dosis berulang 0,8 g/kg BB yang disuspensikan dengan gom arab 5% memberikan inhibisi radang dapat mencapai lebih dari 85% pada pengujian terhadap tikus putih jantan. (6)
Ø  Ekstrak metanol Herba Ageratum conyzoides L. memiliki aktivitas sitotoksik pada kultur sel mieloma mencit. Hal ini didukung oleh sebuah penelitian menggunakan teknologi HighThroughput Screening (HTS) dengan enzim DNA Topoisomerase sebagai molekul target dan memberikan hasil bahwa ekstrak metanol herba tanaman tersebut mampu menghambat enzim DNA Topoisomerase II. (7)(8)
Ø  Subfraksi dari ekstrak etil asetat dari daun tanaman bandotan memiliki aktivitas antibakteri berspektrum luas dengan nilai MIC tertinggi terhadap bakteri S. aureus adalah 25 mg/ml dan 50 mg/ml terhadap E. coli.(9)
Ø  Infusa daun bandotandengan konsentrasi 0,5%; 1%; 2%; 3% dan 5% memiliki efek larvisida. LC50 infusa daun bandotan adalah 0, 444%. (10)
Ø  Penggunaan konsentrasi menunjukan perbedaan yang signifikan terhadap mortalitas larva nyamuk Aedes aegypti terlihat pada konsentrasi 0,8ml, sampai konsentrasi 1,2ml sari organ daun dan akar mampu memberikan pengaruh dengan konsentrasi yang paling tinggi yaitu 1,2ml sehingga konsentrasi 0,8% sudah dapat digunakan untuk membunuh larva nyamuk Aedes aegypti.(11)
Ø  Efek antipiretik Ageratum conyzoides terhadap tikus demam kira-kira sepertiga kapasitas penurunan demam oleh asetosal, Jasminum sambac tidak memberikan efek antipiretik yang jelas dan Caesalpinia pulcherrima memberikan kapasitas penurunan demam kira-kira setengah kali dari asetosal. Pengaruh Ageratum conyzoides, Caesalpinia pulcherrima dan asetosal relatif kecil terhadap suhu tikus normal. Penurunan suhu normal terbesar terjadi pada pemberian Jasminum sambac dosis 2 g/kg bb yaitu sebesar 1,600C. Ageratum conyzoides, Jasminum sambac dan Caesalpinia pulcherrima tidak berpengaruh terhadap bobot tikus.(12)
Ø  Ekstrak dan feaksi etil asetat daun babadotan menunjukkan aktivitas antimikroba terhadap S. Aureus, P. Aeruginosa dan Candida albicans. Sedangkan ekstrak dan fraksi etanol aktif terhadap C. Albicans, M. Gypseum dan A. Niger. Sediaan salep yang mengandung ekstrak etil asetat menunjukkan aktivitas antimikroba yang lebih rendah dibandingkan dengan salep yang mengandung ekstrak etanol. Hasil uji aktivitas antiinfeksi ekstrak pada punggung kelinci menunjukkan bahwa daerah infeksi yang diberi sediaan salep sembuh dalam waktu 3-5 hari sedangkan kelompok kontrol yang tidak diobati sembuh dalam waktu 9 hari. (13)
Ø Uji aktivitas insektisida ekstrak dan minyak dari tujuh belas tanaman obat dari Brazi ltelah di teliti menggunakan bioassay larvisida Aedes aegypti larvisida. Minyak dari Anacardium occidentalis, Copaiferalangsdorffii, Cara paguianensis, Cymbopogonwinterianus dan Ageratum conyzoides menunjukan aktivitas yang tinggi dengan masingg-masing nilai LC50dari14.5,4157, 98 dan148 µg/l. Penerapan potensi minyak kacang mete, oleh industri dengan produk yang nilai komersialnya rendah, dapat diusulkan dalam pengendali anvektorp enyakit demam berdarah dan kuning.
Ø    Kulit batang Parkia big lobosaJacq. dan daun Ageratum conyzoidesLinn. Diteliti aktivitas anti bakteri dan sitotoksiknya. Semua fraksi daun A.conyzoides dan eterfraksi petroleumP. big lobosa adalah sitotoksik terhadap sel SK-MES 1, yang sampai batas tertentu dapat mendukung inklusi tradisional mereka untuk pengobatan kanker. Hasil keseluruhan terbukti bahwa ekstrak tanaman dapat menjadi sumber potensial obat anti bakteri dan anti kanker baru.
Ø     Aktivitas in vitro etanol, petroleum eter, etilasetat, butanol, dan air ekstrak conyzoidesa. di saring dalam beberapa baris sel kanker menggunkan sulphorhodamineb ( SRB ) assay. ekstrak etil asetat menunjukan aktivitas sitotoksi tertinggi pada-549 dan P-388 sel kanker dengan nilai IC50dari0, 68 dan 0,0003mg/ml. A.conyzoides memiliki sifat anti kanker dan anti radikal. 
Ø  Ageratum conyzoidesmemiliki efek antikoksidial.
Ø    Ekstrak air A. conyzoides yang dikombinasikan dengan klorokuin dan artesunat berpotensi sebagai antimalaria dimana menginduksi plasmodiasis pada tikus.
Ø Daun dan kandungan mineral A. conyzoides memiliki efek hipoglikemik dan antihiperglikemik. (19)(20)
Ø    Hydroalcohol di ekstrak dan Ageratumconyzoides L. pada dosis 250, 500 dan 1000mg/kg menunjukan aktivitas anti histamin mendalam menghambat clonidineyang di insuksi katalepsi pada Tikus.
Ø Penggunaan oral ekstrak etanol pada tingkat dosis 500 dan 750mg/kg secara signifikan melindungi lesi lambung sebesar 80. 59 dan 89, 33%

   5.     Indikasi – Kontraindikasi
Ø  Indikasi
Antiinflamasi, antikanker, antimikrobial, antioksidan, antipiretik, analgetik, antikoksidial, antimalaria, antidiabetes, antiplasmodial, antikonvulsan, antihistamin, antiprotozoal, gastroprotektif, menyembuhkan luka.(2-31)

Ø  Kontraindikasi
Wanita hamil.

Ø  Peringatan
       Belum diketahui.

   6.     Data Klinik
Belum diketahui.

   7.     Reaksi yang tidak dikehendaki
Tumbuhan ini menyebabkan muntah muntah dan sakit perut yang teramat sangat.  Ageratum conyzoides L. dapat juga menyebabkan kerusakan pada hati.(3)

   8.     Interaksi Obat
Belum diketahui.

   9.     Dosis, Data Keamanan (LD50, Sub Kronik)
Ø  Penyiapan dan Dosis
Rebus 30 – 60  g herba bandotan kering segar atau 15 – 30 gherba kering dalam tiga gelas air sampai tersisa menjadi satu gelas. Selain direbus, herba segar dapat juga ditumbuk. Air rebusan atau air perasannya diminum satu gelas sehari.(3)
§  Infus, sehari dua kali 1 gelas
§  Tingtur, 2-3 ml sehari dua kali
§  Serbuk (dalam kapsul), 1-2 g sehari dua kali(2)
Untuk pemakaian luar, tumbuk herba segar sampai halus. Selanjutnya, campurkan minyak sayur sedikit dan aduk sampai rata, lalu bubuhkan pada luka yang masih baru, bisul, eksim, dan penyakit kulit lainnya (seperti kusta/lepra).
Cara lain, giling herba kering menjadi serbuk, lalu tiupkan ke kerongkongan penderita yang sakit tenggorokan. Selain itu, daun segar dapat diseduh dan air seduhannya dapat digunakan untuk membilas mata, sakit perut, dan mencuci luka.

Ø  Contoh Pemakaian di Masyarakat :
v  Sakit telinga tengah akibat radang
Cuci herba bandotan segar secukupnya, lalu tumbuk sampai halus. Hasilnya, peras dan saring. Gunakan air perasan yang terkumpul untuk obat tetes telinga. Sehari 4 kali, setiap kali pengobatan sebanyak 2 tetes.
v  Luka berdarah, bisul, eksim
Cuci herba bandotan segar secukupnya sampai bersih, lalu tumbuk sampai halus. Turapkan ramuan ke bagian tubuh yang sakit, lalu balut dengan perban. Dalam sehari, ganti balutan 3-4 kali. Lakukan pengobatan ini sampai sembuh.
v  Bisul, borok
Cuci satu tumbuhan herba bandotan segar sampai bersih. Tambahkan sekepal nasi basi dan seujung sendok teh garam, lalu giling sampai halus. Turapkan ke tempat yang sakit, lalu balut dengan perban.
v  Reumatik, bengkak karena keseleo
Sediakan satu genggam daun dan batang muda tumbuhan bandotan segar, satu kepal nasi basi, dan 1/2 sendok teh garam. Selanjutnya, cuci daun dan batang muda sampai bersih, lalu tumbuk bersama nasi dan garam. Setelah menjadi adonan seperti bubur kental, turapkan ramuan ke bagian sendi yang bengkak sambil dibalut. Biarkan selama 1-2 jam, lalu balutan dilepaskan. Lakukan perawatan seperti ini 2-3 kali sehari.
v  Perdarahan rahim, sariawan, bisul, bengkak karena memar
Rebus 10-15 g herba bandotan dalam dua gelas air bersih sampai tersisa menjadi satu gelas. Setelah dingin, saring dan air saringannya diminum sekaligus. Lakukan 2-3 kali sehari.
v  Tumor rahim
Rebus 30-60 g herba bandotan kering segar atau 15-30 g herba kering dalam tiga gelas air sampai tersisa menjadi satu gelas. Selain direbus, herba segar dapat juga ditumbuk. Air rebusan atau air perasannya diminum satu gelas sehari.
v  Sakit tenggorokan
1.    Cuci 30-60 g daun bandotan segar sampai bersih, lalu tumbuk sampai halus. Selanjutnya, peras dan saring. Tambahkan larutan gula batu ke dalam air perasan secukupnya dan aduk sampai rata. Minum ramuan dan lakukan tiga kali sehari.
2.    Cuci daun bandotan secukupnya, lalu jemur sampai kering. Selanjutnya, giling sampai menjadi serbuk. Tiupkan serbuk ke dalam tenggorokan penderita.
v  Malaria, influenza
Rebus 15-30 g herba bandotan kering dalam dua gelas air sampai tersisa menjadi satu gelas. Setelah dingin, saring dan minum sekaligus. Lakukan dua kali sehari.
v  Perut kembung, mulas, muntah
Cuci satu buah tumbuhan bandotan ukuran sedang sampai bersih, lalu potong-potong seperlunya. Rebus dalam tiga gelas air sampai tersisa menjadi satu gelas. Setelah dingin, saring dan minum sekaligus. Lakukan pengobatan ini 2-3 kali sehari sampai sembuh.
v  Perawatan rambut
Cuci, daun dan batang bandotan segar sampai bersih, lalu tumbuk sampai halus. Oleskan hasil tumbukan ke seluruh kulit kepala dan rambut. Tutup kepala dengan sepotong kain. Biarkan selama 2-3 jam. Selanjutnya, bilas rambut. (4)(31)

Ø  Toksisitas
Tanaman ini sangat toksik terhadap embrio pada trimester pertama.(2-3)



Curcuma zedoaria Rosc.
Curcumae zedoariae Rhizoma(Rimpang Kunir Putih) (Badan pengawas obat dan makanan RI. 2010)
Jenis: Curcuma zedoaria (Christm.) Roscoe(Badan pengawas obat dan makanan RI. 2010)
Curcumae zedoariae Rhizoma adalah rimpang Curcuma zedoaria (Christm.)Roscoe, anggota suku Zingiberaceae.(Badan pengawas obat dan makanan RI. 2010)

Sinonim
C. zedoaria (Berg.) Roscoe, C. zerumbet Roxb.,C.pallida Lour., Amomum zedoaria Christm., A. zerumbet J.Konig.(Badan pengawas obat dan makanan RI. 2010)

Nama Daerah
Jawa: Kunir putih, temu putih (Jakarta), koneng tega (Sunda).(Badan pengawas obat dan makanan RI. 2010)

Nama Asing
Inggris: Zedoary; Thailand: Khamin khun, khamin oi; Perancis: Zedoaire; India: Shati.(Badan pengawas obat dan makanan RI. 2010)



                                  Tanaman kunir putih       Simplisia kering rimpang kunir putih
Deskripsi Tanaman :
            Tumbuhan berhabitus terna setahun, tinggi dapat mencapai 2 m, batang semu berwarna hijau atau coklat tua, batang sejati berupa rimpang berkembang sempurna di dalam tanah, beruas-ruas, bercabang-cabang kuat, berwarna coklat muda sampai coklat gelap, bagian dalam berwarna kuning, jingga dan ada sedikit warna biru kehijauan, berbau aromatik begitu pula pada umbinya. Setiap batang semu tersusun atas 2-9 helai daun yang berbentuk lonjong sampai lanset, berwarna hijau atau coklat keunguan terang sampai gelap, panjang 31-84 cm, lebar 10-18 cm, panjang tangkai daun (termasuk helaian) 43-80 cm. (Badan pengawas obat dan makanan RI. 2010)
            Perbungaan berupa bunga majemuk bulir, ibu tangkai bunga muncul dari antara 2 ruas rimpang (lateralis), bulat memanjang, panjang 9-23 cm, lebar 4-6 cm, tangkai ramping, berambut, panjang 10-37 cm,sisik berbentuk garis, berambut halus, panjang 4-12 cm, lebar 2-3 cm; berdaun pelindung banyak, panjangnya melebihi atau sebanding dengan mahkota bunga, berbentuk bulat telur sungsang (terbalik) sampai lonjong, berwarna merah, ungu atau putih dengan sebagian dari ujungnya berwarna ungu, bagian bawah berwarna hijau muda atau keputihan, panjang 3-8 cm, lebar 1,5-3,5 cm.(Badan pengawas obat dan makanan RI. 2010)
             Kelopak bunga berwarna putih berambut, panjang kelopak 8-13 mm. Mahkota bunga berbentuk tabung dengan panjang keseluruhan 4,5 cm, tabung berwarna putih atau kekuningan, panjang 2-2,5 cm, helaian mahkota berbentuk bulat telur atau lonjong, berwarna putih dengan ujung berwarna merah atau merah tua, panjang 1,25-2 cm, lebar 1 cm. Benang sari 6, 5 benang sari menjadi lembaran menyerupai bibir yang berbentuk bulat atau bulat telur sungsang (terbalik), berwarna jingga dan kadang-kadang pada tepinya berwarna merah, panjang 14-18 cm, lebar 14-20 mm, benang sari fertil berwama kuning muda, panjang 12-16 mm, lebar 10-15 mm, panjang tangkai sari 3-4,5 mm, lebar 2,5­4,5 mm, kepala sari berwarna putih, panjang 6 mm, tangkai putik panjang 3-7 mm. Buah berambut, panjang 2 cm. (Badan pengawas obat dan makanan RI. 2010)


Simplisia:
Berupa irisan melintang berbentuk bulat, berkerut, tepi tidak rata, permukaan kasar, tebal 2-4 mm, berwarna, kuning kecoklatan, berserat, jika dipatahkan meninggalkan bekas patahan teratur. Bau khas, aromatik, rasa agak pahit.(Badan pengawas obat dan makanan RI. 2010)


Habitat
Tumbuh baik di daerah tropis mulai dari dataran rendah sampai 750 m dpl.Dibudidayakan sebagai tanaman obat di Pulau Jawa, di bawah naungan atau tumpang sari dengan tanaman pisang ataupun tegakan pohon jati.(Badan pengawas obat dan makanan RI. 2010)

Kandungan Kimia
Minyak atsiri: Zingiberen, 1,8 sineol, D-kampora, D-kampen, D­borneol, α-pinen, kurkumol, zederon, kurkumeneol, kurkulon, furanodienon, isofuranodienon. Kurkuminoid: Kurkumin, dismetoksikurkumin, bisdesmetoksikurkumin. Ekstrak etanol mengandung asam parametoksi sinamat etil ester.(Badan pengawas obat dan makanan RI. 2010) .

Efek Farmakologi
Telah diteliti efek antiradang minyak atsiri temu putih terhadap udem buatan pada tikus putih betina galur Wistar. Tikus diinduksi dengan karagenan, 30 menit setelah pemberian oral minyak atsiri berbagai dosis dari 450-800 mg/kgBB dan pembanding kurkumin 30 mg/kgBB. Hasil percobaan menunjukkan bahwa efek antiradang minyak atsiri dosis 800 mg/kgBB setara dengan kurkumin dosis 30 mg/kgBB.Minyak atsiri rimpang kunir putih dapat menghambat pembentukan radang pada tikus putih galur Wistar dengan dosis 800 mg/kg BB.Kurkumin yang terkandung dalam rimpang temu putih terbukti memiliki efek antiradang, baik secara akut maupun kronis pada model hewan percobaan dan memiliki potensi yang hampir sama dengan fenilbutason dan kortison.(Badan pengawas obat dan makanan RI. 2010)

Indikasi
Membantu mengurangi bengkak dan proteksi hati.(Badan pengawas obat dan makanan RI. 2010)

Kontraindikasi
Tidak boleh digunakan untuk ibu hamil.(Badan pengawas obat dan makanan RI. 2010)

Peringatan
Hati-hati penggunaan pada ibu menyusui.(Badan pengawas obat dan makanan RI. 2010)

Efek yang Tidak Diinginkan
Kemungkinan terjadi reaksi alergi.(Badan pengawas obat dan makanan RI. 2010)

Interaksi Obat
            Belum pernah dilaporkan.(Badan pengawas obat dan makanan RI. 2010)
Toksisitas
            LD50 serbuk rimpang kunir putih sampai dengan dosis 2375 mg/kg BB tikus yang diberikan secara p.o masih aman.(Badan pengawas obat dan makanan RI. 2010)

Penyiapan dan Dosis
            Sebanyak 1-1,5 g serbuk kunir putih dimasukkan ke dalam air dingin, diaduk 3-5 menit, digunakan 1 cangkir/hari.(Badan pengawas obat dan makanan RI. 2010)

Penyimpanan
            Simpan di tempat sejuk dan kering, di dalam wadah tertutup rapat, jauh dari jangkauan anak-anak.(Badan pengawas obat dan makanan RI. 2010)

Terapi Herbal Curcuma longa L (http://www. tmionline.org/ ‘Turmeric: What’s in an Herb Name’. 25/02/09)

Klasifikasi :
Kingdom         : Plantarum
Divisi               : Spermatophyta
Sub-divisi        : Angiospermae
 Kelas              : Monocotyledoneae
Ordo                : Zingiberales
Famili              : Zingiberaceae
Genus              : Curcuma
Species            : Curcuma longa L
  
- Deskripsi :
Tanaman semak, tinggi lebih kurang 70 cm. Batang semu, tegak, bulat, membentuk rimpang, warna hijau kekuningan. Daun tunggal, bentuk lanset memanjang, ujung dan pangkal runcing, tepi rata, panjang 20-40 cm, lebar 8-12,5 cm, pertulangan menyirip, warna hijau pucat. Bunga majemuk, berambut, bersisik, panjang mahkota lebih kurang 3 cm, lebar 1,5 cm, warna kuning.
(http://www.idionline.org/_05_infodk_obattrad9.htm. 24/03/07)

Bukti ethnobotanical menunjukkan bahwa kunir telah berada di india sejak lama, ini diyakini bahwa kunir digunakan disepanjang wilayah penyebaran agama Hindu yang membentang dari India ke asia jauh. Penyebaran kunir ke Cina pada tahun 700 M (Ridley, 1912). Burkill (1966) percaya bahwa penyebarannya sampai ke Afrika barat pada abad ke-13 dan ke timur Afrika di abad ke-17 masing-masing. ini diperkenalkan ke jamaica di 1783 (velayudhan et al.1999). Sekarang Kunir tumbuh di India, Pakistan, Malaysia, Myanmar, Vietnam, Thailand, Pilipina, Jepang, Cina, Korea, Rri Lanka, Nepal, pulau-pulau di pasifik selatan, Afrika timur dan barat, Malagasi, Caribbean pulau, dan Amerika tengah, sekarang India merupakan utama penghasil dan pengekspor kunir. Genus curcuma termasuk kepada keluarga zingiberaceae dan berisi 49 jenis dan 1400 spesies. Sebagai tambahan terhadap Curcuma longa, C. zedoaria rosc. dan C. xanthorrhiza roxb. juga merupakan sumber dari sebagian kecil pewarna curcumin.
Velayudhan et al. (1999) mengakui enam taxonomic jenis dalam C. longa berdasarkan di kwantitatip taxonomic analisis, yaitu C. longa var. typica, C. longa var. atypica, C. longa var. camphora, C. longa var. spiralifolia, C. longa var.

musacifolia dan C. longa var. platifolia. kebanyakan dari C. longa yang ditemukan di india berasal dari C. longa var. typica atau atypica. (Peter.K.V. 2001. Handbook of Herbs and Spices. Vol 1. Chapter 26. Woodhead Publishing Limited, Cambridge, England.)
- Kandungan Kimia (Struktur) : Curcumin. Demetoxycurcumin,

Bisdemetoxycurcumin (ESCOP, 2000, 107)

(Brazilian Journal of Chemical Engineering www.scielo.br. 14/02/09)
  
- Biosintesis (Skema Pokok)

- Dosis dan Metode Pemberian :
Dewasa : 1,5 – 3 g serbuk rimpang setiap hari dengan pemberian oral. (ESCOP)

- Mekanisme Kerja Sebagai Antiinflamsi :

Curcumin menghambat seminal siklooksigenase dari darah domba dengan IC50 8,8μM yang dibandingkan dengan 1,2 μM indometacin. Pada penelitian yang lain juga menghambat 5-lipooksigenase pada netrofilis peritonial tikus (IC50 30 μM yang dibandingkan dengan 0,5 μM asam nordihydroguaiaretik) dan siklooksigenasepada platelet manusia (IC50 2 μM). Curcumin juga menghambat agregasi platelet yang diinduksi oleh arakidonat, adrenalin dan kolagen.(ESCOP)


- Aktivitas Lainnya :

Digunakan pada pengobatan gangguan pencernaan ringan dan kelainan pada sistem kandung empedu. (ESCOP)

Efek Farmakologi
Aktivitas farmakologi
Beberapa penelitian secara in vitro dan in vivo menunjukkan, kunyit memunyai aktivitas sebagai antiinflamasi (antiperadangan), aktivitas terhadap peptic ulcer, antitoksik, antihiperlipidemia, dan aktivitas antikanker.
Obat yang diberikan secara intraperitoneal pada tikus efektif untuk mengurangi inflamasi (peradangan) akut dan kronik. Efektivitas obat terhadap tikus yang dilaporkan sama dengan hidrokortison asetat atau indometasin untuk anti-inflamasi. Jus kunyit atau serbuk yang diberikan secara oral tidak menghasilkan efek antiinflamasi, hanya injeksi intraperitoneal yang efektif.
Dari percobaan yang telah dilakukan diperoleh hasil, kurkumin hanya dapat dideteksi pada feces, namun tidak pada sel darah, plasma atau urine. Hal ini disebabkan kurkumin memunyai ketersediaan hayati yang rendah dan kurkumin merupakan senyawa yang sangat lipofil.
Minyak atsiri dari rimpang kunyit menunjukkan aktivitas antiinflamasi pada tikus yang menekan arthritis, udem tangan/kaki yang diinduksi dengan karagenan dan inflamasi yang diinduksi dengan hialuronidase. Aktivitas antiinflamasi, tampaknya melalui penghambatan enzim tripsin dan hialuronidase. Kurkumin dan turunannya yaitu natrium-kurkuminat yang diberikan secara intraperitoneal (ke organ dalam perut) dan oral menunjukkan aktivitas antiinflamasi yang kuat yaitu dengan menekan udem yang diinduksi dengan karagenan pada tikus.
Ekstrak obat dalam metanol atau air yang diberikan secara oral pada kelinci, secara signifikan menurunkan sekresi gastrik dan meningkatkan kandungan musin pada gastrik. Ekstrak obat dalam etanol yang diberikan intragastrik pada tikus sangat efektif untuk menginhibisi sekresi gastrik dan melindungi mukosa gastroduodenal yang disebabkan luka akibat stres hipotermik.
Ekstrak kurkumin dapat mencegah kerusakan hati yang diinduksi alkohol pada tikus yang mekanisme kerjanya melalui inhibisi gen NF-kB. Kurkumin memblok endotoksin yang merupakan hasil dari aktivasi NF-kB dan menekan cytokin, chemokin, Cyclooxygenase-2 (COX-2), dan inducible Nitrit Oxydase Sinthetase (iNOS), sehingga mencegah kerusakan hati.
Ekstrak kurkuma juga dapat mencegah hepatotoksisitas yang diinduksi senyawa kimia CCl4 (karbontetraklorida) dengan mekanisme berikatan dengan protein dan reseptor pada permukaan membran sel menggantikan senyawa toksik dan mencegah kerusakan sel.
Ekstrak kurkuma dapat menurunkan semua komposisi lipid (trigliserida, pospolipid dan kolesterol) pada aorta, dan kadar trigliserida pada serum secara ex vivo. Kurkumin dapat menghambat agregasi platelet (PAF) yang distimulasi mediator endogen seperti faktor agregasi platelet dan asam arakhidonat melalui penghambatan produksi tromboxan (TXA2) dan memblok pelepasan second messenger Ca2+.
Kunyit dapat mencegah kanker usus dengan cara menginhibisi enzim-enzim lipid peroksidase dan siklooksigenase-2 yang merupakan implikasi perkembangan kanker dan menginduksi enzim glutation S-transferase. Induksi siklooksigenase-2 dihubungkan dengan produksi prostaglandin (hormon pengatur gerakan otot). Kunyit juga menunjukkan aktivitas sebagai antioksidan yang dihubungkan dengan mekanisme pemadaman singlet O2 yang dapat merusak DNA, namun sifat antioksidan ini bukan sebagai penghambatan superoksida anion atau radikal bebas hidroxil.
Serbuk kunyit yang diberikan secara oral pada 116 pasien dengan kondisi dispepsia, flatulen, dan asam lambung menunjukkan respon yang membaik secara signifikan dibanding kelompok kontrol. Pasien menerima 500 mg serbuk obat empat kali sehari selama tujuh hari, uji klinik yang diukur adalah efek obat pada tukak peptik yang menunjukkan, rimpang kunyit meningkatkan penyembuhan tukak dan menurunkan sakit pada bagian perut.
Uji klinik kedua yang diukur adalah menunjukkan, kurkumin efektif sebagai antiinflamasi. Dalam waktu dua minggu, dilakukan pengujian secara acak pada 18 pasien dengan penyakit reumathoid arthritis yang terbagi dalam tiga kelompok pemberian yang berbeda yaitu diberikan kurkumin (1200 mg/hari), fenilbutazon (30 mg/hari), dan kelompok kontrol. Hasil yang didapat yaitu kelompok yang diberi kurkumin dan fenilbutazon menunjukkan respon antiinflamasi jauh lebih baik daripada kelompok kontrol.
Tingkat keamanan Studi keamanan (uji toksisitas) terhadap rimpang kunyit menunjukkan, ekstrak kunyit aman digunakan dalam dosis terapi. Rimpang kunyit yang diberikan secara oral tidak memberikan efek teratogenik (dampak pada embrio/janin) pada tikus. Keamanan ekstrak kunyit selama kehamilan belum terbukti, penggunaan selama kehamilan harus di bawah pengawasan medis. Ekskresi ekstrak kunyit melalui ASI dan efeknya pada bayi belum terbukti, sebaiknya penggunaan selama menyusui di bawah pengawasan medis.
Dari uji toksisitas yang telah dilakukan selama 90 hari untuk konsumsi kunyit diperoleh hasil bahwa efek toksik terjadi pada 50 kali dosis yang biasa digunakan manusia setiap harinya.
   10.                        Pustaka
2.      Direktorat Obat Asli Indonesia, 2007, Acuan SediaanHerbal, Volume Ketiga, Edisi pertama, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, Jakarta,   46 – 49.
3.      Direktorat Obat Asli Indonesia, 2008, Acuan SediaanHerbal, Volume Keempat, Edisi pertama, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, Jakarta,   9497.
5.      Hisran, Dr. N.C. Soegiarso dan Dr. M. B. Wattimena, 1988, Daun Bandotan (Ageratum conyzoides Linn.) dan Rimpang Temu Kunci (Kaempferia pandurata Roxb.) Pada Tikus Putih Galur Wistar, Skripsi, Institut Teknologi Bandung, 33-36.
6.      Sukandar. E.Y., Dr et al., 1998, Pembuatan Sediaan Fitofarmaka Antiinflamasi Yang Efektif dan Aman, Laporan Akhir Penelitian Hibah Bersaing VI Tahun I Perguruan Tinggi, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, 9-10.
7.      Hanni Prihhastuti Puspitasari, Sukardiman, Aty Widyawaruyanti, 2003, Uji Aktivitas Sitotoksik Ekstrak Metanol Herba Ageratum conyzoides L. Pada Kultur Sel Mieloma Mencit, Majalah Farmasi Airlangga, Vol.3 No.3,:93
8.      Sukardiman, Hadi P. dan Aty W., 2000, Penapisan Antikanker Tanaman Obat Indonesia dengan Molekul Target Enzim DNA Topoisomerase,Penelitian. FFUA, Surabaya
9.      Taufan H. Sugara. 2010. Karakterisasi Senyawa Aktif Antibakteri dari Fraksi Etil Asetat Daun Tanaman Bandotan (Ageratum conyzoides L.). Institut Pertanian Bogor.
10.  Mega Yudistira, 2006.Efektivitas Daun Bandotan (Ageratum conyzoidesLinn.) Sebagai Larvisida Nyamuk Culex. Universitas Maranatha.
11.  Dwita Nur Anggraini, 2010. Pengaruh Pemberian Konsentrasi Filtrat Daun Bandotan (Ageratum conyzoides L.) Terhadap Mortalitas Ulat Kapas (Helicoverpa armigera H.) secara In Vitro. Universitas Muhammadiyah Malang.
12.  Mohd. Zaini A dan J. R. Wattimena, 1975. Antipiretik Ageratum conyzoides, Jasminum sambac dan Caesalpinia pulcherrima. Penelitian Obah Bahan Alam Sekolah Farmasi ITB
13.  Gunawan P. W., Elin Yulinah S., Iwang Soediro. 1999. Uji Antiinfeksi pada Punggung Kelinci dan Telaah Fitokimia Ekstrak Etil Asetat dan Etanol Daun Ketimun dan Babadotan. Penelitian Obah Bahan Alam Sekolah Farmasi ITB.

14.  Fernando A.C. de Mendonça, K.F.S. da Silva, K.K. dos Santos, K.A.L. Ribeiro Júnior, A.E.G. Sant'Ana. December 2005, Activities of some Brazilian plants against larvae of the mosquito Aedes aegypti. Fitoterapia, Volume 76, Issues 7-8,Pages 629-636.
15.  Adewale Adetutu, Winston A. Morgan, Olivia Corcoran, F. Chimezie. Antibacterial activity and in vitro cytotoxicity of extracts and fractions of Parkia biglobosa (Jacq.) Benth. stem bark and Ageratum conyzoides Linn. leaves. Environmental Toxicology and Pharmacology, Volume 34, Issue 2, September 2012, Pages 478-483.
16.  A. H. Adebayo, N. H. Tan, A. A. Akindahunsi, G. Z. Zeng, Y. M. Zhang. Anticancer and antiradical scavenging activity of Ageratum conyzoides L. (Asteraceae).Pharmacogn Mag. 2010 Jan-Mar; 6(21): 62–66.
17.  N.E. Nweze, I.S. Obiwulu. Anticoccidial effects of Ageratum conyzoides.Journal of Ethnopharmacology, Volume 122, Issue 1, 25 February 2009,Pages 6-9
18.  Ukwe Chinwe V, Ekwunife Obinna I, Epueke Ebele A, Ubaka Chukwuemeka M. Antimalarial activity of Ageratum conyzoidesin combination with chloroquine and artesunate. Asian Pacific Journal of Tropical Medicine 2010, Pages 943-947.
19.  Agunbiade O, Ojezele O, Ojezele J, Ajayi A. Hypoglycaemic activity of Commelina africana and Ageratum conyzoides in relation to their mineral composition. Afr Health Sci. 2012 Jun;12(2):198-203.
20.  Nyunaï N, Njikam N, Abdennebi el H, Mbafor JT, Lamnaouer D. Hypoglycaemic and antihyperglycaemic activity of Ageratum conyzoides L. in rats.Pharmacogn Mag. 2010 Jan;6(21):62-6.
21.  B.O. Owuor, J.O. Ochanda, J.O. Kokwaro, A.C. Cheruiyot, R.A Yeda, C.A. Okudo, H.M. Akala. In vitro antiplasmodial activity of selected Luo and Kuria medicinal plants. Journal of Ethnopharmacology, In Press, Corrected Proof.
22.  Nima D. Namsa, Hui Tag, M. Mandal, P. Kalita, A.K. Das. An ethnobotanical study of traditional anti-inflammatory plants used by the Lohit community of Arunachal Pradesh, India. Journal of Ethnopharmacology, Volume 125, Issue 2, 7 September 2009, Pages 234-245.
23.  Mainen J. Moshi, Godeliver A.B. Kagashe, Zakaria H. Mbwambo. Plants used to treat epilepsy by Tanzanian traditional healers. Journal of Ethnopharmacology, Volume 97, Issue 2, 28 February 2005, Pages 327-336.
24.  R.N. Almeida, R.N. Almeida, D.S. Navarro, J.M. Barbosa-Filho. Plants with central analgesic activity. Phytomedicine, Volume 8, Issue 4, 2001, Pages 310-322.
25.  R. Perumal Samy, S. Ignacimuthu, D.Patric Raja. Preliminary screening of ethnomedicinal plants from India. Journal of Ethnopharmacology, Volume 66, Issue 2, August 1999, Pages 235-240.
26.  Tote MV, Mahire NB, Jain AP, Bose S, Undale VR, Bhosale AV. Effect of Ageratum conyzoidesLinn. on clonidine and haloperidolinduced catalepsy in mice.Pharmacologyonline 2009; 2: 186-194.
27.  Amal M.M. Nour, Sami A. Khalid, Marcel Kaiser, Reto Brun, Wai’l E. Abdalla, Thomas J. Schmidt. The antiprotozoal activity of methylated flavonoids from Ageratum conyzoides L.Journal of Ethnopharmacology, Volume 129, Issue 1, 4 May 2010, Pages 127-130.
29.  F.A. Hamill, S. Apio, N.K. Mubiru, M. Mosango, R. Bukenya-Ziraba, O.W. Maganyi, D.D. Soejarto. Traditional herbal drugs of southern Uganda, I. Journal of Ethnopharmacology, Volume 70, Issue 3, 15 July 2000, Pages 281-300
30.  F.A Hamill, S Apio, N.K Mubiru, R Bukenya-Ziraba, M Mosango, O.W Maganyi, D.D Soejarto. Traditional herbal drugs of Southern Uganda, II: literature analysis and antimicrobial assays. Journal of Ethnopharmacology, Volume 84, Issue 1, January 2003, Pages 57-78.

0 comments:

Post a Comment

 

Blogger news

Blogroll

About